Monday, March 26, 2012

Ada Cinta Segitiga di Metoda Mohr

Metoda Mohr adalah salah satu metoda yang ada dalam Titrasi Pengendapan,
Jadi, pada titrasi pengendapan ini kita mengenal ada 3 metoda, yaitu
1. Mohr
2. Volhard
3. Fajans
Nah yang mau saya bahas sekarang adalah titrasi pengendapan dengan metoda Mohr,
Argentometri, argento itu perak, metri itu ukuran tapi maksudnya bukan ukuran perak, melainkan pengukuran yang menggunakan Ag atau perak.
Ag yang digunakan adalah Ag dalam bentuk garam nitratnya, kenapa?
Karena hanya Ag nitrat lah satu-satunya garam perak yang larut dalam air, garam Ag lainnya praktis tidak larut dalam air..
Prinsip titrasi ini adalah berdasarkan pembentukan endapan, siapa yang mengendap? tentu saja Ag
Sampel apa sajakah yang biasanya dititrasi oleh Ag nitrat ini? mereka antaralain, golongan halogen dan pseudohalogen, tetapi tidak semua golongan halogen dapat ditritasi menggunakan metode mohr, maka dari itu ada metode metode lainnya, apa bedanya?
Perbedaan setiap metode terletak pada indikatornya, ada indikator kromat untuk Mohr, indikator ferri aluin untuk Volhard, dan indikator fluorescens pada metode Fajans.
Nah ini dia, cinta segitiga yang saya maksud
Pada titrasi dengan metoda Mohr, mau tak mau di dalam labu erlenmeyer akan ada 3 macam anion dengan 1 kation yang charming (bahasa gaulnya), karena sesungguhnya tidak hanya ada 1 kation, tetapi 1 kation ini adalah kation paling menarik bagi anion, paling ganteng.
Karena ada 3 anion dengan 1 kation, maka akan terjadi perebutan kation. Siapakah yang akan memenangkannya?? Jeng.. jeng.. jeng..
Perkenalkan dulu ke 3 anion ini, mereka adalah nitrat, klor, dan kromat.
Nitrat karena tidak akan membentuk endapan dengan Ag, dan status ikatan mereka tidak stabil, mari kita abaikan saja (kalah sebelum berperang).
Lalu ada klor, ini dia anion cantik bagi Ag. Tidak ada yang bisa mengalahkan daya tarik klor di hadapan Ag.
Dan yang terakhir ada kromat, si anion penggoda tetapi suka mengalah, sabar.
Lalu apa hubungannya semua ini dengan titrasi pengendapan?
Klor di sini berperan sebagai sampel, Ag yang berikatan dengan nitrat atau kita sebut Ag nitrat sebagai titran, dan kromat si indikator.
Ag nitrat yang dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung klor akan segera melepaskan ikatannya dengan nitrat dan langsung membentuk ikatan baru dengan klor, menjadi AgCl memebentuk endapan putih. Jangan lupa di sekitar mereka ada juga kromat yang bebas (tidak berikatan), kromat ini sebenarnya menggoda Ag yang datang tetapi Ag tidak tertarik dengan kromat sehingga setiap Ag yang jatuh akan berikatan dengan Cl.

Tentu saja kromat tahu, suatu saat stok Cl akan habis dan tibalah gilirannya untuk bisa mendapatkan Ag, maka kromat pun bersabar.
Benar saja, klor di dalam larutan sampel habis, artinya semua klor yang ada sudah berikatan dengan Ag yang jatuh, ini dia titik ekuivalen.
Kesabaran kromat embuahkan hasil, setelah semua klor habis berikatan dengan Ag, selanjutnya Ag yang jatuh akan berikatan dengan kromat, membentuk endapan merah bata, tadaaa ini dia titik akhir titrasi tercapai. Titrasi atau penjatuhan Ag dari buret dihentikan.
Biarkan sisa kromat yang ada tidak mendapatkan pasangan, karena kalau tidak kita akan salah dalam menghitung kadar sampel, dalam hal ini klor yang ada dalam larutan.
Cinta segitiga pun berakhir bahagia, bagi klor yang kesemuanya mendapatkan pasangan Ag yang charming, secara Perak gitu loh.. hehehe..

Jadilah charming seperti Ag, cantik seperti klor, dan bersabarlah seperti kromat.
Dan ternyata nitrat itu bukan menyerah sebelum perang, tetapi ia begitu supel sehingga tidak peduli sekalipun hubungannya dengan Ag tidak stabil. Sekian ^_^

No comments:

Post a Comment